Cerpen Cinta
Oleh : Silvia
Melamun bersama lagu Sheila On7 “ Buat Aku tersenyum” membuat aku terhanyut dalam suasana. Lamunan yang melayang jauh entah kemana, yang hanya tertuju pada satu jiwa yang telah berlabuh dihatiku. Jiwa yang akan menemaniku esok saat sendiri sepi seperti malam ini.
“Kring......Kring......Kring”
Mendadak semua lamunan itu sirna dengan suara HP diatas kasurku. Suara hp yang memanggil-manggilku untuk segera mengangkat panggilan masuk. Telpon dari sebuah nomor asing yang tak aku kenal sebelumnya, ku hiraukan panggilan itu hingga berkali-kali, tapi tak kunjung berhenti juga suara hp-ku, hingga pikiranku berubah untuk mengangkat telponnya. Mungkin saja memang begitu penting.
“ hallo............”
Serentak aku kaget mendengar suaranya, suara yang tak asing lagi di telingaku. Suara yang lama sekali tidak aku dengar semenjak aku memiliki kekasih baru yang akan menjadi suamiku. Hanya terdiam saat aku mendengarnya.
“hallo........” dengan suara gugup aku menjawab sapaannya
“Dina?” terdengar lagi suaranya memanggilku namaku
“Iya, ngapain telpon...?” jawabku dengan nada tinggi
“Kok cetus banget sich ngomongnya, emang kamu tahu siapa aku?” ngajak membuka pembicaraan.
“Udah dech gak perlu nyebutin nama, aku tahu kok siapa kamu. Ngapain telpon pakai nomer baru juga.!” Suaraku semakin tinggi
“pengen aja. Kangen sama kamu Din. Tau gak nomerku hilang, tapi cuma nomer kamu yang ada di ingatanku. Makanya aku sengaja telpon kamu, tapi malah kamunya jutek banget sich sekarang”. Mulai dech Adit ngrayu mencoba buat aku mau ngomong.
Setelah sekian lama menghilang tanpa kabar, tiba-tiba ingin lagi datang. Dengan hati yang tak karu-karuan aku tetap dengan sabar mendengarkan omongannya. Sekaligus aku ungkapkan semua apa yang aku rasakan sebelumnya. Berharap unek-unek yang kupendam terbongkar semua dan aku benar-benar telah menghapus bayangnya dari dalam diriku. Sejenak aku terdiam, dan Adit terus berbicara tanpa henti.
“Din, kamu beneran mau nikah ya? Kok tega banget sich kamu sama aku. Aku tuch sayang banget sama kamu tapi kamunya gitu dengan mudah mencari yang lain selama aku pergi. Padahal aku jauh-jauh kesini ya cuma buat kamu nantinya kalo aku pulang”. Dengan nada yang sedikit kecewa adit mengungkapkan hal itu.
“Kamu gak usah sok-sokan pasang tampang kasihan gitu dech, aku juga dah tau kok kalo kamu juga distu udah punya tunangan, dan besok kamu pulang juga buat ngelangsungin acara pernikahannya. Jadi gak usah dech ngomongin hubungan kita lagi. Toh emang dari dulu kita juga gak pernah punya hubungan apa-apa kan?, pacaran juga belum pernah, sekedar teman juga gak.” Aku mencoba tuk menahan emosiku yang telah lama ada dalam hatiku.
Adit mengambil bicara untuk meluruskan apa yang aku sampaikan itu gak benar.
“Aku tuch kaget tau dengar kamu mau nikah, makanya tanpa berpikir panjang aku mutusin buat ngelamar cewek yang selama aku ada disini selalu disampingnku.”
“Itulah yang aku gak suka dari kamu, katanya bilang sayang sama aku. Tapi apa? Cuma omong kosong yang gak ada realitanya, kalo orang beneran sayang tuch gak mungkin pergi gitu aja tanpa kabar. Asal kamu tahu aku udah gak ingat kamu lagi kalo kamu gak telpon aku sekarang ini.” semakin panjang pula aku ngomongnya.
“Din jahat banget sich kamu” adit kembali merengek.
“Kamu yang jahat tahu. Dimana aja kamu selama ini? Gak pernah nyadar apa jadi orang, emang dulu aku akui kalo aku begitu sayang sama kamu, saat kita jalan aku selalu berharap ada kata-kata yang akan kamu ungkapin buat aku. Tapi apa? Cuma angin doank.” Semakin kesal aku ngomong dengannya, tapi masih aku teruskan perbincangan itu.
“Din kalo aku masih sayang sama kamu, kamu mau gak jadi isteri aku?” Adit melontarkan kata-kata yang gak aku tahu maksudnya. Cuma gombalan semata apa benar-benar Adit masih mengharapkanku.
“Gak” jawabku singkat.
“Kenapa Din? Kamu beneran mau nikah ya? Kalo kamu mau nerima aku, hari ini juga aku bakalan pulang, dan aku akan menemui kedua orangtuamu. Aku akan batalin pernikahanku dengan calonku.” Adit terus berusaha tuk meyakinkanku.
“Terlambat tahu!!!!!!kamu jadi cowok tuch gak punya perasaan banget sich, dimana otakmu. Kamu udah punya tungangan. Dan aku juga begitu. Semua udah aku persiapkan, termasuk hati aku. Aku udah nganggap kalo kita gak pernah kenal. Jadi mulai sekarang aku harap kamu lupakan aku, dan hiduplah dengan calon isterimu itu tanpa bayanganku”.
Aku mencoba untuk mengambil bicara agar berakhir pembicaraan kita berdua, tapi hatiku masih ingin ngomong dengan lebih jelas dan sopan kepada Adit. Berharap agar Adit bisa terima dengan keadaan yang sesungguhnya, dan aku juga bisa menjalani hidup aku tanpa ada lagi bayang-bayang dirinya. Walaupun saat ini aku berstatus akan menjadi isteri orang tapi tak bisa dipungkiri kadang masa lalu datang pada waktu yang tidak tepat dan hanya akan menggoyahkan niat hati yang sudah diputuskan. Oleh karena itu, aku sebisa mungkin tidak terjebak dalam perbincangan kita berdua. Aku mencoba untuk menjelaskannya secara dewasa.
“Adit, udahlah gak usah kamu ngomong gitu. Besok bulan depan aku akan melangsungkan acara akad pernikahanku, mungkin ini terakhir kali kita ngobrol. Dan selamat ya buat kamu yang akan melangsungakan juga pernikahanmu sebelum tanggal pernikahanku”. Aku hanya mengisyaratkan agar Adit mau mengerti.
“Din, beneran dech aku lebih sayang sama kamu daripada sama calon isteriku, aku mohon Din batalkan acara pernikahanmu itu. Nikahlah denganku! Aku akan ngasih apapun yang kamu minta. Apa kamu tega sama calon isteriku, dia cuma jadi pelampiasanku atas kekecewaanku padamu”. Adit berbicara dengan terisak sedikit tangis yang ku dengar.
“Kita udah dewasa Dit, langkah apa yang harus kita ambil udah menghadang di depan mata kita. Mungkin ini jalan terbaik untuk aku dan kamu. Kita melangkah sendiri-sendiri bersama pasangan masing-masing. Semoga kamu paham” ocehanku yang begitu panjang mengakhiri telpon itu sebelum ku dengar kembali suara Adit.
Harapan palsu yang pernah kamu berikan padaku hanya menjadi bumerang untuk dirimu sendiri. Dulu kamu selalu tega mengombang-ambingkan perasaanku yang semakin lama semakin mengharapakanmu. Tapi kini saat kutelah memiliki orang lain, kau ingin hadir kembali dalam kehidupanku. Bukan aku yang menginginkan hal itu, tapi kamu yang membuatku untuk jauh melupakanmu. Terlalu banyak hal yang sering membuat aku sakit hati darimu, terlalu banyak air mataku yang jatuh pula karena kamu.
24 Oktober, hari dimana akad pernikahanmu dilangsungkan. Tak ada sedikitpun rasa kecewa dihatiku. Tak kan ada isak tangis yang keluar dari bibirku mendengar kabar pernikahanmu itu. Karena aku memang telah lama menganggap tak pernah mengenalmu, dan tanggal 7 November aku juga akan melangsungkan pernikahanku. Jauh-jauh hari aku mempersiapkan semua demi kelancaran acaraku.
Allah itu maha adil, Dia menciptakan seseorang untuk aku dan kamu dalam waktu yang bisa dibilang bersamaan. Itu artinya Allah tidak menginginkan adanya kesedihan yang membuat salah satu dari kita sedih terpaku sendiri. Allah memberiku kebahagian dan Allah juga mendatangkan kebahagaian itu pula untukmu.
=====*****=====
|T|H|A|N|K|'S| |F|O|R| |R|E|A|D|I|N|G|
Itulah Cerpen Dari Silvia
Profil Penulis
Nama : Silvia
Alamat : Wonosobo, Jawa Tengah
Email : candle_link@yahoo.com
Punya Cerpen Juga Atau Puisi silahkan kirim ke blog ini dengan menuju link Kirim Tulisanku
0 Komentar untuk "Cerpen Cinta Karya Silvia"